Kaya bukan Dosa, Tapi Jangan Menganiaya yang Miskin, ya

Monday, 12 August 2013

Tobing.or.id, Evangelium Amos 8:4-7
Khotbah 11 Agustus 2013 Minggu-XI setelah Trinitatis (Dialo Debata do angka na mangarohai na pogos)

Peringatan terhadap orang yang mengisap sesamanya

8:4 Dengarlah ini, kamu yang menginjak-injak orang miskin, dan yang membinasakan orang sengsara di negeri ini 

8:5 dan berpikir: "Bilakah bulan baru berlalu, supaya kita boleh menjual gandum dan bilakah hari Sabat berlalu, supaya kita boleh menawarkan terigu dengan mengecilkan efa, membesarkan syikal, berbuat curang dengan neraca palsu, 

8:6 supaya kita membeli orang lemah karena uang dan orang yang miskin karena sepasang kasut; dan menjual terigu rosokan?" 

8:7 TUHAN telah bersumpah demi kebanggaan Yakub: "Bahwasanya Aku tidak akan melupakan untuk seterusnya segala perbuatan mereka! 

8:8 Tidakkah akan gemetar bumi karena hal itu, sehingga setiap penduduknya berkabung? Tidakkah itu seluruhnya akan naik seperti sungai Nil, diombang-ambingkan dan surut seperti sungai Mesir?"

Epistel Lukas 16:19-31

Orang kaya dan Lazarus yang miskin

16:19 "Ada seorang kaya yang selalu berpakaian jubah ungu dan kain halus, dan setiap hari ia bersukaria dalam kemewahan. 16:20 Dan ada seorang pengemis bernama Lazarus, badannya penuh dengan borok, berbaring dekat pintu rumah orang kaya itu, 

16:21 dan ingin menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh dari meja orang kaya itu. Malahan anjing-anjing datang dan menjilat boroknya. 

16:22 Kemudian matilah orang miskin itu, lalu dibawa oleh malaikat-malaikat ke pangkuan Abraham. 

16:23 Orang kaya itu juga mati, lalu dikubur. Dan sementara ia menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya.

16:24 Lalu ia berseru, katanya: Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini. 

16:25 Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita. 

16:26 Selain dari pada itu di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang. 

16:27 Kata orang itu: Kalau demikian, aku minta kepadamu, bapa, supaya engkau menyuruh dia ke rumah ayahku, 

16:28 sebab masih ada lima orang saudaraku, supaya ia memperingati mereka dengan sungguh-sungguh, agar mereka jangan masuk kelak ke dalam tempat penderitaan ini. 

16:29 Tetapi kata Abraham: Ada pada mereka kesaksian Musa dan para nabi; baiklah mereka mendengarkan kesaksian itu. 16:30 Jawab orang itu: Tidak, bapa Abraham, tetapi jika ada seorang yang datang dari antara orang mati kepada mereka, mereka akan bertobat. 

16:31 Kata Abraham kepadanya: Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati."


Siapa mau jadi orang kaya? Siapa yang mau jadi orang miskin? Jika pertanyaan itu diajukan pada suatu kumpulan yang beragam, tentulah nggak perlu heran kalau yang lebih banyak akan mengacungkan tangan pada pertanyaan pertama daripada pada pertanyaan kedua. Alasan utamanya, mayoritas akan berpikir: kekayaan menjanjikan banyak kenikmatan, dan kemiskinan memastikan penderitaan. Menamsilkan (kata dasarnya: tamsil) hal tersebut, seorang yang berpendidikan mengatakan: Belajar jadi orang kaya nggak susah, tapi jadi orang miskin pasti sangat susah. Benar, ya? Kalau orang kaya akan banyak orang yang bersedia menjadi kawannya (bahkan seringkali tanpa harus dimintakan) dan juga menawarkan bantuannya. Tapi, kalau orang miskin? Wah, susahlah

Aku juga melihat fenomena yang demikian dalam berbagai komunitas. Bukan cuma di lingkungan pekerjaan, juga terjadi di lingkungan keluarga. Bahkan di lingkungan gereja! Nggak percaya? Percaya ajalah, ya

Waktu masih kuliah di STT Jakarta aku sangat tertarik dengan teologi kemiskinan yang diperkenalkan oleh banyak tokoh-tokoh di Amerika Latin, dan sempat terkesan dengan kesan yang ditimbulkan oleh Yesus sebagai orang yang sangat bersimpati kepada orang-orang miskin (ingat delapan ucapan bahagia yang salah satu di antaranya adalah berbahagialah yang miskin di hadapan Allah karena merekalah yang empunya kerajaan sorga?). Sebaliknya, Beliau terkesan tidak menyukai orang-orang kaya (ingat perumpamaan lebih mudah seekor unta masuk ke dalam lubang jarum daripada seorang kaya masuk ke dalam kerajaan sorga, kan?). Itu hanyalah satu contoh masing-masing dari begitu banyak yang ada di Alkitab yang mengesankan kecenderungan sikap Yesus tentang yang kaya dan yang miskin ini. Saking terpengaruhnya, kepada anakku yang masih di sekolah dasar pun aku seringkali mengatakan: Apapun cita-citamu, jadilah orang yang selalu berbelas kasihan dan menolong orang-orang miskin Kekayaan nggak usahlah kau cari, tak perlu itu anakku!.

Menurutku, Yesus nggak pernah sekadar membenci orang kaya. Yang dibenci-Nya adalah cara meraih kekayaan dan sikap orang kaya yang cenderung rakus, tamak, dan tidak peduli dengan banyak hal karena mengutamakan kekayaannya. Kalau begitu, bukan cuma orang kaya, yang miskin juga kalau sifatnya buruk tentulah nggak disukai Tuhan. Nggak semua nggak disukai, Yesus juga punya kawan baik yang kaya, kan? Sebut saja Zakheus dan Matius, beberapa di antaranya. Demikianlah yang diceritakan pada nas perikop yang menjadi Ep Minggu ini yang sangat sejalan dengan pesan yang ingin disampaikan oleh nas Ev Minggu ini.

Pada Ev disampaikan tentang betapa kuatnya keinginan para pedagang dalam mengejar kekayaan sehingga ingin cepat-cepat Sabat berlalu supaya mereka bisa kembali melanjutkan transaksi perdagangan mereka. Mereka tak sabar, bahkan mungkin kalau boleh, mengusulkan Sabat ditiadakan aja agar setiap hari adalah hari-hari berjualan agar Sabat cepat-cepat saja berlalu. Selain itu, bisnis mereka adalah didominasi oleh kegiatan tipu-tipu, alias pembohongan besar-besaran. Bukan hanya dengan menipu timbangan atau neraca yang curang (ayat-5), juga dengan menjadikan manusia sebagai komoditi (ayat-6) yang dapat dipertukarkan dengan barang yang murah dan murahan. Memalukan! Untuk itu, Tuhan dengan tegas mengingatkan akan hukuman yang akan diterima oleh orang-orang curang (ayat-7).

Sejalan dengan itu, nas Ep terasa sangat membantu dalam memahami dua hal ekstrim ini. Walau beberapa referensi menyebutkan bahwa yang cerita Lazarus dan orang kaya ini bukanlah suatu hal yang benar-benar terjadi, alias hanyalah sekadar perumpamaan untuk menjelaskan betapa jauhnya antara orang di surga dan di neraka. Si kaya digambarkan dengan keangkuhannya (yang ini sikap yang tidak disukai ) sehingga nggak memedulikan si Lazarus (yang ini tentu saja bukan sahabat Yesus yang tinggal di Betania, ya ) yang dengan kemiskinannya mengais-ais sisa makanan dari si orang kaya berharap mendapatkan sesuatu yang bisa mengurangi dahaga dan laparnya. Bukan mendapatkannya, malah anjing-anjing (yang ganas, namun Lazarus sangat lemah walau hanya untuk sekadar mengusirnya ) yang datang menjilati borok-boroknya (ih menjijikkan!).

Lazarus dan si orang kaya kemudian mati, sebagaimana manusia pada umumnya. Yang membedakannya adalah, keberadaan mereka setelah mati. Sangat kontras! Lazarus ke surga (diumpamakan sebagai dipangku Abraham yang menunjukkan kemesraan seorang ayah kepada anaknya), sedangkan si kaya di alam maut dengan siksaan (ayat-24), tempat yang bahkan hanya sekadar setitik air pun (dengan celupan tangan Lazarus untuk membasahi lidahnya yang sudah sangat kekeringan dan tersiksa ) dia tidak berhak mendapatkan karena jurang yang sangat jauh antara surga dan neraka (ayat-26). Selain itu karena mempertimbangkan lima orang lagi saudaranya yang masih hidup agar jangan mengalami nasib yang sama dengan dirinya permohonannya ditolak oleh Abraham dengan alasan bahwa sudah cukup banyak nasehat dan peringatan untuk memperbaiki sifat mereka yang jahat. Menyedihkan, ya

Oh ya, Lazarus diterima di surga bukan karena kemiskinannya, ya. Melainkan karena kebenaran yang terus dijunjungnya selama hidupnya. Artinya, walaupun miskin, Lazarus tidak melacurkan dirinya seperti yang disampaikan dalam nas Ev (ayat-6). Artinya (lagi), baik yang kaya maupun yang miskin, kalau hidup dalam kebenaran berhak mendapatkan upah yang besar di surga. Sebaliknya, juga akan dikirim ke neraka.    

Tantangan/Bekal Bagi (Warga) Jemaat/Referensi 

Memahami apa yang diceritakan pada perikop di atas, keduanya masih mungkin terjadi dalam kehidupan kita. Lihatlah ini:

(1) Nafsu untuk meraih kekayaan dengan mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya menempatkan kita untuk menggunakan setiap detik waktu yang tersedia untuk bekerja dan bekerja, bahkan termasuk di dalamnya adalah bekerja di hari Minggu, hari istiarahat yang seharusnya dipersembahkan untuk Tuhan. Supaya makin pas, sikap workaholic dijadikan alasan pembenarannya pula.

(2) Karena menghalalkan segala cara, cenderung melakukan kecurangan dalam pekerjaan. Dan menyepelekan dan menganiaya orang-orang miskin dan lemah. Kasus-kasus penyimpangan kesepakatan bisnis, penghilangan hak-hak, dan pembayaran upah di bawah standar, adakah kita yang masih tega melakukannya?

(3) Tidak ada lagi hubungan antara orang mati dengan orang yang hidup, layaknya surga dan neraka. Dan urusan kehidupan setelah kematian (ke surga atau ke neraka) adalah urusan pribadi masing-masing manakala berhadapan dengan penghakiman. Yang sudah masuk ke surga pun nggak bisa mem-bekingi saudara-saudaranya yang lain. Nggak berlaku, kawan!

Dalam usia kita yang sudah bukan anak-anak lagi, tentunya kita sudah lama mengenal tentang kebenaran yang fokusnya adalah Yesus Kristus. Bahkan sejak usia dini, yakni Sekolah Minggu. Artinya, seharusnya sudah cukup bekal pengetahuan dan pemahaman kita untuk mengimani Yesus Kristus yang sudah mati dan bangkit kembali, sehingga kita tidak lagi membutuhkan kedatangan orang lain yang sudah mati untuk menyampaikan tentang kebenaran agar kita mengubah sikap kita yang masih sangat jauh dari sempurna, kan?

Pertanyaan untuk Diskusi:
(1)  Jika Tuhan nggak membenci orang kaya, dan juga tidak membela orang miskin dengan membabi-buta, lantas bagaimanakah kita seharusnya bersikap dalam posisi di tengah-tengah? 

(2) Jelaslah bahwa kematian dengan tegas memisahkan antara yang hidup dan yang mati, lantas bagaimanakah kita seharusnya bersikap terhadap orang-orang yang masih terus mendoakan orang yang terlebih dahulu mati?